Kekerasan terhadap perempuan dan ketidakadilan gender masih marak terjadi di Indonesia. Kerja Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menghadapi tantangan besar. Kebutuhan akan komisioner yang memiliki pengetahuan dan komitmen melindungi hak asasi manusia (HAM), serta memahami isu kekerasan berbasis gender, menjadi semakin mendesak.
Menjelang berakhirnya masa bakti Anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan 2020-2025, seleksi calon anggota baru pun dibuka. Para anggota baru ini akan melanjutkan kepemimpinan untuk periode 2025-2030. Pendaftaran calon komisioner ini dibuka Selasa, 16 Juli 2024 dan akan berakhir pada 16 Agustus 2024.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, ada tim panitia seleksi (pansel) yang dibentuk seiring dengan tahap awal pembukaan pendaftaran calon anggota komisi paripurna. Tim pansel terdiri dari lima orang, diketuai oleh Melani Budianta (anggota Komisi Kebudayaan di Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, anggota Akademi Jakarta, serta aktivis di bidang kajian budaya dan gender di Indonesia). Empat pansel lainnya adalah E. Kristi Poerwandari (Guru Besar Bidang Ilmu Psikologi Klinis di Universitas Indonesia), Marzuki Darusman (mantan anggota DPR, Jaksa Agung, Pelapor Khusus PBB). Serta Masruchah (Wakil Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014, Sekretaris Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia, pegiat HAM perempuan) dan Yosep Adi Prasetyo (aktivis gerakan masyarakat sipil, mantan Ketua Dewan Pers, Wakil Ketua Komnas HAM periode 2007-2012).
Baca Juga: CATAHU 2023: Perempuan Pembela HAM dan Politisi Perempuan Dua Kali Lipat Rentan Jadi Korban Kekerasan
“Kami mempercayakan kepada pansel untuk bekerja secara independen, imparsial, transparan, akuntabel dan berintegritas. Guna mendapatkan orang-orang terbaik di Indonesia menjadi Anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan 2025-2030,” kata Andy Yentriyani di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Sejumlah tahapan proses seleksi dan kriteria untuk calon komisioner sudah dipersiapkan oleh tim pansel. Ketua Panitia Seleksi, Melani Budianta, menuturkan bahwa mereka ingin menjaring calon dengan wawasan dan pemahaman komprehensif tentang persoalan perempuan, gender, dan kelompok minoritas. Melani berharap calon komisioner memiliki sensitivitas tinggi terhadap persoalan demokrasi dan HAM. Terutama mengingat sejarah lahirnya Komnas Perempuan dilandasi kerusuhan Mei 1998 yang membuat banyak perempuan menjadi korban.
“Siapa pun yang duduk di sana (Komnas Perempuan) adalah orang-orang yang betul-betul terpanggil untuk memberikan yang terbaik. Agar peristiwa semacam itu tidak terjadi lagi. Juga peristiwa-peristiwa lain yang betul-betul mencederai kemanusiaan itu tidak terjadi pada siapa pun,” ucap Melani.
Persyaratan Calon Komisioner
Anggota tim pansel sekaligus Guru Besar Bidang Ilmu Psikologi Klinis di Universitas Indonesia, E. Kristi Poerwandari, menyampaikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi para calon anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan. Kriteria dan persyaratan administratif ini juga bisa dilihat di halaman seleksi komisioner pada beranda situs web Komnas Perempuan.
Pertama, tentunya, pendaftar harus merupakan warga negara Indonesia. “Kita berharap bahwa yang bersangkutan sudah terlibat aktif dalam upaya memperjuangkan hak asasi perempuan sekurang-kurangnya 15 tahun,” ucap Kristi. Calon anggota juga dipastikan tidak memiliki rekam jejak sebagai pelaku korupsi, perusakan alam, dan kekerasan dalam ranah domestik, publik, dan negara.
Selain itu, calon komisioner tidak boleh terlibat dalam perkawinan poligami / poliandri dan bukan pengurus atau anggota partai politik. Pendaftar bisa berasal dari kalangan aktivis, akademisi, pensiunan ASN / anggota Polri / TNI, pensiunan jaksa, atau mantan diplomat. Yang perlu dicatat, calon anggota harus dalam status tidak sedang menempuh studi atau kuliah.
“Dan apabila nanti menjabat sebagai anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan, yang bersangkutan bersedia untuk tidak menempuh studi atau kuliah,” jelas Kristi.
Baca Juga: Laporan Femisida 2023: Suami Bunuh Istri Jadi Kasus Terbanyak
“Supaya lebih fokus. Jadi ini tersambung dengan yang sebelumnya. Bersedia bekerja penuh waktu sebagai anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan dan bersedia mengikuti seluruh tahapan proses seleksi. Siapa pun itu yang menjadi calon, ya, harus bersedia mengikuti semua tahapan proses seleksi. Termasuk isu kekerasan dan diskriminasi berbasis gender beserta dengan peraturan perundang-undangan yang relevan.”
Calon anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan mesti memiliki komitmen dan konsistensi terhadap hak asasi perempuan. Termasuk dalam penghapusan kekerasan dan diskriminasi berbasis gender dan dalam menegakkan peraturan perundang-undangan yang relevan, termasuk instrumen internasional. Kandidat pun harus memiliki keberpihakan terhadap korban dan peka terhadap perbedaan kondisi fisik dan psikis, perbedaan agama, keyakinan, ras, etnis, usia, orientasi seksual, asal-usul kebangsaan, dan status sosial.
Kristi melanjutkan, tim panitia seleksi dapat memahami betapa berat dan kompleks tugas komisioner. Oleh karena itu, sangat penting bagi calon anggota untuk mempunyai kapasitas kepemimpinan, kematangan kepribadian, kemampuan bekerjasama, serta kemampuan menjalin hubungan dengan para pemangku kepentingan.
Baca Juga: 25 Tahun Komnas Perempuan: Kita Harus Satu Suara Stop Kekerasan Perempuan
Kristi pun menambahkan penjelasan mengenai syarat integritas yang harus dipenuhi calon anggota Komisi Paripurna. “Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa ia sebaik-baiknya fokus kepada tugas untuk melaksanakannya dengan jujur dan benar,” ujar Kristi. “Jadi fokus kepada tugas, memiliki pandangan yang jernih dan kepedulian yang nyata. Pasti jujur, berkomitmen pada nilai-nilai, kepada tugasnya, pada tanggung jawabnya.”
Aspek integritas yang dimaksud juga mencakup bersih dari tindak korupsi, penyalahgunaan posisi, dan tidak terlibat sebagai pelaku kekerasan. “Intinya integritas dan etika ini terkait dengan berupaya sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dengan ketulusan hati dan dengan motivasi yang baik,” Kristi berkata.
Pendaftaran calon anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan terbuka bagi para kandidat dengan pengalaman kerja di bidang penegakan hukum, keamanan, legislatif, yudikatif, eksekutif, dan diplomatik. Pengetahuan di bidang-bidang tersebut dapat membantu kerja sama komisioner dengan para pemangku kepentingan.
Fungsi dan Peran Komisioner
Menurut Masruchah, Komnas Perempuan merupakan komisi nasional. Maka anggotanya adalah komisi paripurna. Mandat mereka adalah mengembangkan kondisi yang kondusif dan memberikan pemahaman dengan komunikasi yang baik.
“Mendialogkan kebutuhan gerakan sipil, kebutuhan negara—dalam konteks ini pemerintah, parlemen, yudikatif,” kata Masruchah. “Bagaimana Komnas Perempuan bisa membincang, mendialogkan isu-isu kekerasan terhadap perempuan, dan bisa diimplementasikan oleh mereka. Karena kita harus mendialogkan dengan baik.”
Komisi Paripurna juga berperan meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan terhadap segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Termasuk ketika ada kebijakan terkait dengan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Misalnya, ketika memperjuangkan UU TPKS, Komnas Perempuan berada di garda terdepan. Mereka mendialogkan undang-undang tersebut dengan lembaga-lembaga strategis negara maupun non-negara, agar terwujud semacam standar operasional prosedur (SOP) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Baca Juga: Kasus Anak Anggota DPR Bunuh Pacar, Komnas Perempuan Dorong Hukuman Adil
“Karena ini tidak bisa dijalani sendiri,” jelas Masruchah. “Bagaimana Komnas Perempuan mengingatkan itu, karena kebijakan ini harus implementatif dan dilakukan secara bersama-sama. Karena di dalam undang-undang itu juga ada perbincangan soal peran masyarakat selain peran negara.”
Sementara itu, anggota komisi paripurna punya peran memantau dan melaporkan pelanggaran HAM berbasis gender. Serta memantau kondisi pemenuhan hak perempuan korban. Perbincangan mengenai HAM harus inklusif, mempertimbangkan kepentingan selain perempuan. Juga menunjang anak perempuan, disabilitas, usia, kelompok minoritas, dan lainnya.
Komisi paripurna juga menjadi jembatan atau negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban. Pun dengan komunitas pejuang hak asasi perempuan. Mandat Komisi Paripurna Komnas Perempuan yaitu melakukan koreksi sistem dan inisiator. Serta mendorong perubahan kebijakan yang berdampak buruk bagi perempuan dan kelompok marjinal.
“Jadi artinya, calon-calon komisi ke depan kita bayangkan dengan situasi yang rumit, situasi politik yang makin berat. Ini juga harus cerdas dan harus piawai melihat situasi negeri ini secara nasional,” ungkap Masruchah.
Baca Juga: Riset Komnas Perempuan: Restorative Justice Harus Berperspektif Korban, Realitasnya Belum
“Juga menjadi fasilitator pengembangan dan kekuatan jaringan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Karena kepemimpinan Komnas Perempuan itu kolektif-kolegial. Artinya, peran-peran ini bisa dilakukan secara bersama-sama di antara para anggota komisioner dengan kekuatannya masing-masing.”
Masyarakat yang berminat untuk mendaftar bisa menyerahkan berkas persyaratan administrasi dalam bentuk softcopy yang diunggah melalui halaman situs Komnas Perempuan. Jika terkendala dalam pengunggahan berkas, pendaftar juga bisa mengirimkan hardcopy persyaratan, ditujukan kepada Komnas Perempuan. Informasi selengkapnya dapat dicek di situs Komnas Perempuan atau dengan menghubungi Sekretariat Pansel di nomor WhatsApp 085179552442.
(Foto: dok. Konde.co/Salsabila Putri Pertiwi)