Mubadalah.id – Apakah harus menunggu lebih banyak nyawa perempuan melayang sebelum kita benar-benar bertindak? Nia Kurnia Sari, gadis penjual gorengan yang baru berusia 18 tahun, menjadi korban dari tragedi yang seharusnya tidak pernah terjadi. Dibunuh dan diperkosa secara brutal, jasadnya ditemukan terkubur tanpa busana di daerah yang ia kenal sebagai rumah.
Peristiwa tragis ini bukan sekadar cerita memilukan, tetapi sebuah alarm keras bagi kita semua. Betapa tidak amannya ruang publik bagi perempuan, bahkan di lingkungannya sendiri. Apakah ini Indonesia yang kita inginkan? Tempat di mana mimpi perempuan terkubur oleh kekerasan?
Kekerasan yang Tak Terhindarkan
Kejadian ini menggambarkan bahwa betapa rentannya perempuan di hadapan ancaman kekerasan. Nia adalah contoh dari ribuan perempuan lainnya yang setiap hari menghadapi risiko serupa. Kejahatan ini tidak terjadi di tempat terpencil atau tengah malam, tetapi di lingkungan yang seharusnya menjadi zona aman bagi Nia.
Pelakunya adalah seseorang yang dikenal di masyarakat. Memperlihatkan bahwa ancaman sering datang dari orang yang dekat. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sering kali menjadi korban kekerasan di tempat-tempat yang mereka anggap aman, termasuk rumah dan lingkungan sekitar.
Perempuan, terutama di daerah-daerah kecil dan pinggiran, kerap terjebak dalam siklus ketakutan ini. Ketika keamanan dasar terabaikan, perempuan terpaksa hidup dalam batasan-batasan yang tidak adil—tidak bisa keluar malam, harus selalu waspada, dan sering kali merasa rentan bahkan dalam perjalanan bekerja. Masyarakat telah gagal memberikan rasa aman yang layak semua orang dapatkan, terutama perempuan.
Narkoba dan Kekerasan
Fakta yang mencuat dalam kasus Nia adalah dugaan keterlibatan narkoba pada pelaku, Indra Septiarman. Kekerasan seksual dan narkoba kerap menjadi kombinasi mematikan yang membuat pelaku kehilangan kendali atas perilakunya.
Jika kita telisik secara ilmiah, konsumsi narkoba secara signifikan meningkatkan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal, termasuk kekerasan seksual. Pelaku yang terjerat narkoba sering kali kehilangan kendali atas impuls mereka, dan dalam banyak kasus, perempuan menjadi target mudah dari tindakan brutal tersebut.
Indonesia menghadapi krisis ganda: narkoba dan kekerasan berbasis gender. Sementara pemerintah terus berupaya memerangi peredaran narkoba, kita sering kali mengabaikan efek samping dari masalah ini: peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kasus Nia adalah pengingat pahit akan bagaimana perempuan menjadi korban dari kondisi sosial yang semakin memburuk akibat narkoba. Tentu saja, menangkap pelaku bukanlah satu-satunya solusi. Kita harus mulai melihat akar masalah—bagaimana konsumsi narkoba, ketidaksetaraan gender, dan kurangnya rasa aman di ruang publik saling berkaitan.
Masyarakat yang Apatis
Kasus Nia memunculkan pertanyaan besar: di mana posisi masyarakat dalam menjaga keamanan perempuan? Bagaimana membangun rasa aman bagi perempuan? Ketika kasus ini mencuat, masyarakat Padang Pariaman bersatu menuntut keadilan.
Namun, apakah kita selalu harus menunggu tragedi sebelum bertindak? Kasus-kasus seperti ini sering kali muncul dalam siklus berulang—kejadian tragis terjadi, publik marah, tuntutan keadilan mengemuka, dan kemudian, semuanya seakan terlupakan hingga peristiwa berikutnya.
Kepedulian masyarakat tidak bisa hanya hadir setelah tragedi. Kita memerlukan perubahan dalam cara pandang kita terhadap keselamatan perempuan. Sebagai bagian dari masyarakat, kita semua punya peran untuk menciptakan ruang yang lebih aman, baik di lingkungan kerja, jalanan, atau bahkan di rumah.
Perlindungan perempuan harus menjadi prioritas utama, bukan hanya tugas penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab sosial kita. Budaya apatis yang sering kali membuat kita memalingkan wajah dari ancaman nyata harus dihentikan.
Pendidikan Gender
Kunci untuk mengatasi masalah ini bukan hanya lewat penegakan hukum yang lebih tegas, tetapi juga dengan mengedukasi masyarakat tentang kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Islam sendiri menekankan pentingnya penghormatan terhadap perempuan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR. Tirmidzi).
Hadis ini menekankan bahwa kebaikan dan perlindungan terhadap perempuan adalah cerminan dari moralitas yang tinggi dalam ajaran Islam. Mendidik masyarakat, terutama sejak dini, mengenai pentingnya menghormati hak perempuan bisa menjadi fondasi dalam menciptakan ruang publik yang lebih aman.
Pendidikan gender harus kita terapkan di sekolah-sekolah dan juga dalam masyarakat umum. Kita perlu menghapus stereotip yang menempatkan perempuan dalam posisi rentan dan menekankan bahwa mereka berhak mendapatkan perlindungan yang sama di ruang publik. Kampanye kesetaraan dan anti-kekerasan berbasis gender harus terus kita gaungkan, bukan hanya pada saat terjadi kasus tragis, tetapi sepanjang waktu.
Tindakan Pencegahan
Menghadapi tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan, kita perlu menempuh langkah-langkah konkret yang berkelanjutan.
Pertama, pemerintah harus memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan. Undang-Undang Perlindungan Perempuan dan Anak harus dijalankan dengan lebih tegas, dan penegak hukum harus diberikan pelatihan khusus dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kasus Nia menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang ada masih belum cukup memberikan rasa aman.
Kedua, pemerintah daerah dan masyarakat harus bekerja sama menciptakan sistem keamanan yang lebih baik di ruang publik. Penerangan yang cukup di jalanan, pengawasan kamera CCTV, serta patroli keamanan di tempat-tempat rawan harus ditingkatkan. Ini adalah langkah-langkah dasar yang bisa secara langsung mencegah kejahatan terjadi.
Ketiga, perempuan sendiri harus kita berikan akses lebih besar terhadap alat perlindungan diri. Sosialisasi tentang hak-hak perempuan, akses terhadap layanan bantuan hukum, dan dukungan psikologis harus ditingkatkan, terutama di daerah-daerah terpencil. Melalui dukungan kekuatan dan pengetahuan kepada perempuan, kita bisa membantu mereka melindungi diri dari ancaman.
Membangun Ruang Aman
Kematian Nia Kurnia Sari bukan hanya tragedi personal bagi keluarganya, tetapi juga teguran keras bagi kita sebagai masyarakat. Berapa banyak lagi Nia-Nia lainnya yang harus menjadi korban sebelum kita benar-benar peduli dan bertindak?
Membangun rasa aman bagi perempuan adalah tanggung jawab kita bersama. Bukan hanya dengan memperkuat penegakan hukum, tetapi dengan menanamkan kesadaran bahwa perempuan berhak atas keamanan di setiap aspek kehidupan mereka.
Jika kita tidak mulai peduli dan bertindak sekarang, berapa banyak lagi perempuan yang akan jatuh korban? []