Mubadalah.id- Perempuan mandiri, alpha girls, perempuan berdikari atau apapun itu sebutannya sudah banyak digabungkan oleh para perempuan itu sendiri. Hal ini mereka lakukan bukan tanpa sebab, budaya patriarki yang mengakar pada masyarakat yang jadikan hal ini ada. Kekerasan, pelecehan dan tindakan lain yang perempuan dapatkan juga membuat mereka memutuskan jadi mandiri saja.
Mengartikan Makna Mandiri
Mandiri sendiri punya arti tidak bergantung pada orang lain. Mandiri tidak dapat diartikan sebagai semuanya bisa sendiri tanpa bantuan orang lain. Tetapi punya kemampuan dalam berjuang sendiri, kerjasama juga harusnya bisa dilakukan dalam hal-hal tertentu. Bukan hanya perempuan, laki-laki pada dasarnya juga harus bisa hidup mandiri. Karena sebagai makhluk sosial, kita memiliki tanggung jawab sosial dan juga individu.
Pemahaman perempuan mandiri terkadang juga terjadi distrupsi, apalagi jika dilihat dari kacamata yang berbeda. Perempuan yang mandiri agaknya berbeda pada laki-laki. Ini konstruksi sosial yang sudah salah dan mengakar. Bahkan masih saya ingat betul komentar-komentar negatif pada Maudy Ayunda ketika dirinya lulus pendidikan S2 di Oxford University beberapa tahun lalu.
“Kalo perempuan pendidikannya tinggi-tinggi bakal sulit punya suami”
“Kalo sering sendirian bakal jadi perawan tua”
“Kamu terlalu mandiri, padahal aslinya haus kasih sayang”
“Kalo kerja terus, kapan kamu cari cowok”
Begitulah, banyak sebenarnya kalimat aneh yang munculnya hanya bukan dari laki-laki sendiri. Kalimat aneh yang terbentuk karena konstruk sosial tadi. Saya sendiri sebelum lulus kuliah pernah dapat perkataan seperti ini. “Punya pacar Sal, kalo kamu udah kerja dan jarang ketemu cowok ntar jomblo seumur hidup loh”. Padahal saya tahu, ucapan itu keluar dari mulut kating (Kakak Tingkat) yang saat kuliah dulu menolak budaya patriarki.
Patriarki Adalah Penyebabnya
Patriarki adalah wujud ketidaksetaraan tadi. Akibat adanya kacamata berbeda dalam memandang persoalan akhirnya patriarki ini membudaya luas pada masyarakat. Pemahaman terkait solusinya yang harus banyak orang tahu. Ketika paham terkait buruknya budaya ini, sebagai orang yang tidak mengalaminya langsung mungkin akan punya respon yang berbeda.
Punya standar yang sama dalam menghadapi persoalan bukan hal yang mudah. Ketika perempuan berusaha keras untuk mandiri, dan dalam perjalanannya bertemu dengan seorang yang menanyakan arti kemandirian tadi pasti menjelaskannya dengan keyakinan kita bukan hal yang gampang. Sama halnya dengan pernyataan yang diberikan pada saya tadi.
Mungkin ketika itu hal yang ingin saya lakukan adalah menyumpal mulut orang itu. Tapi untunglah tidak jadi, karena lebih baik memberikan bukti daripada tersulut emosi. Saya rasa, bukan hanya saya yang mengalami pergulatan dan menghadapi orang seperti ini. Perlawanan juga banyak teman saya alami. Rasanya perlawanan ini bukan hanya melawan satu orang atau peradaban saja. Tapi ini adalah perlawanan dengan stigma yang sudah mengakar begitu dalam.
Bukan Saling Melawan, tapi Perlawanan dengan Stigma
Semua orang bisa mandiri. Itu jadi kunci mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Tetapi harus melanggengkan kesalingan antar mereka. Punya perspektif yang sama antar kedua belah pihak juga jadi hal wajib. Persepsi ini mengandung nilai dan semangat dalam kemitraan, kerjasama, hingga timbal balik.
Semua, baik perempuan atau laki-laki punya kesempatan yang sama dalam mencapai sesuatu. Walau pengalaman masa lalu, tanggung jawab dan lain sebagainya berbeda, tetapi memupuk kesalingan antar keduanya yang harus terus menerus. Sama halnya dengan tujuan mubadalah yang dapat jadi interperetasi terhadap teks-teks islam yang meniscayaakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah subjek yang setara.
Hei siapapun yang membaca tulisan ini baik laki-laki atau perempuan, kita punya kesempatan yang sama. Tugas kalian mungkin berbeda, dan saling mendukung antar tugas-tugas itu harus kalian lakukan. Jika kalian laki-laki, tolong pahami bahwa perempuan yang mandiri artinya bukan lawan bagi kalian para laki-laki mandiri. Dan jika kalian perempuan, saling beri semangat dan terimakasih pada perempuan mandiri lain dan bekerjasamalah.
Melakukan perjuangan ini tujuannya bukan untuk saling mengalahkan. Perjuangan ini untuk mengalahkan segala stigma, budaya, pemahaman yang mengakar dalam pada peradaban manusia. []