Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah memutuskan untuk menghapus jurusan IPA, IPS, dan bahasa di sekolah menengah atas (SMA) mulai tahun ajaran 2024/2025.
Keputusan ini merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang sekarang menjadi kurikulum nasional. Kurikulum Merdeka menawarkan berbagai pilihan pembelajaran intrakurikuler dengan konten yang dioptimalkan dan memberikan siswa waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensi mereka.
Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo menjelaskan bahwa siswa akan mendapatkan berbagai manfaat dari penghapusan jurusan ini. Misalnya, seorang siswa yang tertarik pada bidang IPA dan berencana melanjutkan studi ke program teknik sekarang dapat memilih untuk menghabiskan jam pelajaran mereka pada Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil Biologi.
Lalu, persiapan seperti apa yang dibutuhkan pemerintah untuk memastikan implementasi kebijakan ini berjalan mulus?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berdiskusi dengan Wendi Wijarwadi, PhD Candidate dari University of New South Wales, Australia.
Wendi mengatakan kebijakan ini merupakan modifikasi dari kurikulum yang berjalan, terutama dalam pengenalan sistem yang lebih fleksibel yang memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran berdasarkan minat, bakat, dan kemampuan belajar mereka.
Wendi menjelaskan bahwa kurikulum baru memungkinkan lebih banyak fleksibilitas dan juga memerlukan keterlibatan dan kolaborasi aktif antara orang tua dan guru serta manajemen sumber daya.
Permasalahan seperti ketersediaan guru yang berkualitas di sekolah untuk membimbing murid agar mendapatkan hasil yang optimal, peran orang tua dalam mengarahkan peserta didik untuk pemilihan pelajaran yang diambil, hingga fasilitas yang tersedia di sekolah untuk mengakomodasi kepentingan seluruh siswa, perlu diperhatikan secara serius agar kebijakan ini bisa berjalan maksimal.
Wendi juga menekankan pentingnya keberlangsungan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan. Berkaca dari pengalaman yang pernah terjadi, pergantian kurikulum sering terjadi ketika pemerintah memasuki masa pergantian kekuasaan.
Read more: Gonta-ganti kurikulum di Indonesia: apa sebabnya?
.
Karena itu, Wendi menegaskan, kurikulum pendidikan di Indonesia perlu direncanakan dengan orientasi jangka panjang agar tidak membingungkan pelaksana pendidikan, orang tua, hingga murid.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.