Tiga Watak Bias Gender Produk Masyarakat Patriarkhi

tiga-watak-bias-gender-produk-masyarakat-patriarkhi

Mubadalah.id – Masyarakat umum menyimpulkan bahwa kemampuan laki-laki dan Perempuan sebenarnya mempunyai perbedaan yang sangat sempit. Hanya saja perebedaan tersebut berdampak pada kehidupan dan pola pikir Masyarakat dalam menyikapi perkembangan peran dan kiprah laki-laki dan Perempuan dalam kehidupan. Dalam perbedaan kemampuan ini, Perempuan kita anggap memiliki kemampuan verbal yang lebih baik daripada laki-laki, sedangkan laki-laki anggapannya memiliki kemampuan spasial yang lebih baik.

Pandangan feminitas dan maskulinitas yang berkembang di masyarakat masih saja kita pandang secara internal dan menetap. Padahal kedua hal tersebut terbentuk oleh kultur Masyarakat yang kemudian menjadi produk budaya yang dinamis dan berkembang.

Hal ini, menunjukkan adanya ketimpangan gender yang masih melekat di masyarakat. Produk yang berkembang di Masyarakat ini jelas mempunyai perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, karena perbedaan budaya dan kulturnya.

Akibat perbedaan inilah yang kerap menimbulkan cara pandang, penyikapan dan pembentukan karakter yang berbeda. Tidak sedikit yang berdampak pada psikologi Perempuan dan laki-laki. Realitasnya akan mengarah pada cara pandang yang bias gender.

Pandangan yang sebenarnya lebih dominan kepada hal yang merugikan Perempuan. Dari hal ini penulis menyimpulkan, dalam dunia psikologi Perempuan ada tiga watak yang menurut Masyarakat hanya mematutkan untuk Perempuan yang menimbulkan bias gender.

Perempuan dipandang ‘Dependen’

Perempuan dari Bahasa Sangsekerta kita artikan sebagai orang yang berkuasa. Mengambil dari kata “empu” dalam Bahasa Jawa Kuno, kemudian diteruskan dalam Bahasa melayu yang berarti mulia.

Dari terjemahan ini, menggambarkan bahwa orang yang berkuasa menduduki posisi yang tinggi tetapi membutuhkan orang-orang untuk melayani mereka. Dalam lingkungan Kerajaan kuno seorang penguasa tidak akan menggunakan tangannya sendiri untuk melakukan sesuatu, tetapi bergantung kepada pelayan-pelayan mereka.

Sebenarnya kata dependen ini jarang sekali kita dengar di masa sekarang. Kita lebih sering berkenalan dengan kata ‘independen’ yang berarti mandiri. Realitasnya kata independen banyak kita sandingkan dengan kata Perempuan. Banyak literatur yang menuliskan bahwa Perempuan era milenial ini lebih banyak yang memilih menjadi perempuan independent. Entah independent karena keadaan atau memang menjadi pilihan.

Hal ini menunjukkan bahwa psikologi perempuan sebenarnya terbentuk dari kultur Masyarakat dan kebutuhan manusianya sendiri. jika dibandingkan dengan dahulu maka memang kultur yang berkembang bahwa Perempuan tersebut kita muliakan sehingga tidak perlu melakukan dengan tangannya sendiri, dengan kata lain tidak mempunyai kebebasan.

Psikologi Perempuan Lebih Ekspresif

Masyarakat sering mencitrakan bahwa Perempuan memiliki sifat yang cenderung ekspresif, sedangkan laki-laki memiliki sifat yang lebih instrumental di lingkungan sosial. Saat ini pun pemikiran yang seperti ini masih saja berkembang dan masih sangat masyarakat percayai. Padahal, sifat ekspresif dan instrumental dalam melakukan interaksi di lingkungan sosial sama-sama dibutuhkan pada setiap individu.

‘Perasaan’ selalu kita katakan sebagai proses berpikir perempuan. Hal yang sama juga berlaku pada kebenaran dan afirmasi dari perempuan. Memang Perempuan tetap menggunakan perasaan dalam berperilakunya, tetapi tidak dominan.

Perasaan kita sertakan dalam berpikir sebagai penyeimbang dari otak kiri dan otak kanan yang terkadang mengalami perdebatan. Dengan begitu ekspresif tidak berarti hanya terdorong oleh emosi dan tidak kompeten, begitupun sebaliknya dalam instrumental.

Perempuan itu ‘Mudah Menangis dan Emosional’

Berdasarkan studi observasi anak Perempuan lebih mudah kita terima ketika menangis daripada anak laki-laki yang tidak kita harapkan mudah menangis oleh orang tua dan lingkungannya.

Sebenarnya tidak ada kesalahan atau tidak menjadi aib bagi laki-laki untuk menangis, karena menangis merupakan salah satu cara mengekspresikan emosi. Tetapi doktrin dari Masyarakat mengatakan bahwa menangis hanya untuk orang yang tidak stabil emosinya dan hanya untuk orang yang lemah.

Menurut studi, sistem hormonal sangat berpengaruh terhadap cara mengekspresikan emosi. Begitupun dengan menangis yaitu mencerminkan perbedaan ekspresi eksternal emosi. Bukan level emosi yang terjadi pada Perempuan maupun laki-laki. Tetapi kebanyakan laki-laki akan menghindari ekspresi eksternal emosi ini sekedar memenuhi ekspektasi Masyarakat yang menempatkan menangis hanya untuk Perempuan.

Oleh karena itu, bias gender yang terjadi terhadap Perempuan dan laki-laki sering dikaitkan dengan kepatutan yang diperankan oleh kedua makhluk tersebut. Ketika tidak ada perubahan mindset di Masyarakat, maka produk budaya yang adil gender di Masyarakat juga tidak akan terbentuk. []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Tiga Watak Bias Gender Produk Masyarakat Patriarkhi

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us