Masih Banyak yang Belum Mengetahui Praktik P2GP Berbahaya

masih-banyak-yang-belum-mengetahui-praktik-p2gp-berbahaya

“Dalam budaya Sulawesi ada adat yang dinamakan makatte, lalu Sanro, bukan dukun ya. Ada upacara adat yang harus dilalui, kamar dihiasi kelambu-kelambu. Alat khitan menggunakan bamboo yang diruncingkan, dan dianggap higienis. Saat itu terjadi pendarahan berat, dan saya dilarikan ke rumah sakit. Saat itu juga Bapak saya melawan dengan cara hebat.”

Mubadalah.id – Demikian yang terungkap dari penuturan Ibu Helwana dari Dewan Masjid Indonesia (DMI), yang ia sampaikan pada saat acara Musyawarah Ulama Pesantren Indonesia di Bogor tiga tahun silam.

Ibu Helwana melanjutkan testimoninya sambil menahan isak tangis, karena harus mengenang sisi traumatis dalam kehidupannya. Jika sebelum masa itu, keluarganya mengikuti tradisi nenek. Namun akhirnya sang Bapak melawan.

“Menurut Bapak tidak ada dalil satupun yang menyuruh anak perempuan kita sunat. Kesimpulannya, sunat perempuan sangat berbahaya dan meninggalkan trauma yang mendalam. Sampai hari ini saya masih trauma dengan bamboo. Perabot yang menggunakan bahan bamboo saya masih belum mampu melihatnya.” Terang Ibu Helwana.

Pelarangan Sunat Perempuan

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021 menyebutkan bahwa anak perempuan dari usia 15-49 tahun yang tinggal bersama dan menjalankan praktik sunat Perempuan berjumlah 55%, 21,3 persen perempuan disunat, sesuai kriteria WHO. Lalu sebanyak 33,7 persen dilakukan secara simbolis.

Sebagai respon atas upaya pencegahan praktik P2GP, negara hadir melalui regulasi KemenPPPA sesuai 5 isu prioritas arahan Presiden RI tahun 2020-2024. Upaya ini untuk menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Alasannya karena P2GP lebih banyak mengandung mafsadat dan madharat, baik dalam jangka pendek atau panjang bagi perempuan, maupun secara fisik atau psikis.

Sejalan dengan hal tersebut, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), sebagai gerakan dan jaringan Ulama Perempuan Indonesia yang memiliki ruang khidmah di Perguruan Tinggi, Majelis Taklim, Pesantren, komunitas dan Orang Muda, pada November 2022 KUPI telah merumuskan dan mengeluarkan fatwa.

Melalui Sikap serta Pandangan Keagamaan (fatwa) yang menyebut dilarang/haram melakukan tindakan P2GP yang membahayakan tanpa alasan medis. Hal ini senada dengan amanat konstitusi negara RI dan sejumlah kebijakan atau kesepakatan internasional terkait larangan diskriminasi terhadap perempuan.

Sosialisasi dan Diseminasi

Dalam rangka mendukung upaya–upaya pencegahan dan penghapusan praktik P2GP, Kemen PPPA bekerjasama dengan KUPI telah melakukan sosialisasi dengan Jaringan KUPI di beberapa daerah.

Maka sebagai tindak lanjut kerjasama tersebut telah terselenggara Kegiatan Diseminasi Hasil Pelaksanaan Sosialisasi P2GP di Beberapa Daerah pada Selasa, 27 Agustus 2024 di Jakara.

Hadir dalam kegiatan tersebut lembaga penyangga KUPI antara lain, Fahmina, Aman Indonesia dan Alimat. Selain itu perwakilan dari Lembaga pemerintahan, seperti Kemenko PMK, Kemenkes, Kemen PPA, KPAI dan Komnas Perempuan.

Adapun upaya yang telah KUPI lakukan, terungkap dari penjelasan Ibu Nyai Masruchah dari Majelis Musyawarah KUPI saat menyampaikan pemaparan yaitu;

Pertama, Sosialisasi Fatwa bersama Majelis Taklim KB Serumpun Mandalajati, Bandung pada 29 Juni 2024. Terdapat 126 peserta dari unsur Majelis Ta’lim, pemangku kebijakan tingkat kecamatan dan kelurahan, ormas keagamaan, orang tua, komite sekolah dan mahasiswa.

Kedua, Workshop sosialisasi fatwa bersama PSGA, LP2M, dosen dan mahasiswa UIN Suska Riau dan dosen PTS sekitar Riau, sebanyak 45 peserta pada 13-15 Juli 2024. KUPI mendapat kesempatan berdialog dengan Rektor UIN Suska dan menyambut baik serta mendukung langkah KUPI dalam melakukan pencegahan praktik P2GP.

Ketiga, Sosialisasi fatwa KUPI bersama civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati, pada 25 Juli 2024. PSGA sebagai mitra utama KUPI bertindak selaku penyelenggara melibatkan 100 peserta, baik dari kalangan dosen maupun mahasiswa.

Tantangan

Menurut Ibu Nyai Masruchah, masih banyak yang belum mengetahui bahwa praktik P2GP/sunat perempuan itu berbahaya. Oleh karena itu sosialisasi yang KUPI lakukan menjadi ruang transformasi pengetahuan, utamanya bagi para peserta.

Masih maraknya praktik P2GP berbahaya tanpa alasan medis ini ditopang oleh dua kekuatan besar; agama dan budaya. Padahal dalam Islam sesungguhnya tidak ada satupun hadis sahih dan sharih apalagi al-Qur’an, yang menjelaskan tentang kewajiban sunat perempuan. Apalagi jika kita melakukannya maka akan melanggar hak berketurunan.

Penerimaan para peserta sosialisasi fatwa KUPI di berbagai tempat ini memperlihatkan bahwa masyarakat menginginkan langkah-langkah yang sudah berbagai pihak lakukan. Mulai dari pemerintah sebagai pemangku kepentingan, seperti tenaga kesehatan seperti IBI serta tokoh agama yang dalam hal ini KUPI lakukan.

“Ini merupakan ikhtiar nyata yang masyarakat butuhkan untuk memutus praktik P2GP yang berbahaya tersebut.” Pungkas Ibu Masruchah. []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Masih Banyak yang Belum Mengetahui Praktik P2GP Berbahaya

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us