Vedaa (Sharvari Wagh), adalah seorang mahasiswi fakultas hukum Dalit di Barmer, Rajasthan, India.
Ia melihat banyaknya kekerasan yang terjadi di tempat ia tinggal. Pelecehan, perkosaan, diskriminasi yang terjadi pada perempuan dan kasta rendah di desanya.
Film thriller berjudul “Vedaa” diambil dari kisah nyata yang terjadi di India pada tahun 2007 dan 2011.
Kasta Vedaa dan keluarganya adalah kasta terendah disana. Lengkap sudah bagi Vedaa, selain jadi kasta terendah, ia juga seorang perempuan yang bisa kapan saja ingin dimiliki atau disiksa laki-laki atas nama gender dan kelas.
Film Vedaa mengekplorasi secara gamblang tentang penindasan terhadap perempuan serta menyoroti penindasan pada kelas dan orang miskin.
Vedaa berjuang melawan kekuasaan Ketua Dewan Desa, Jitendar Pratap Singh (Abhishek Banerjee) yang menjadi pemimpin tidak resmi di Barmer dan memerintah dengan tangan besi. Jitendar mempertahankan hierarki kasta yang membuat kota Barmer menjadi kota kejam dan tak terkendali. Jitendar punya adik, Rashi (Tamannaah Bhatia) yang tak kalah bengisnya. Ia suka melakukan pelecehan dan kekerasan seksual dan menyiksa perempuan.
Baca Juga: ‘Reclaim the Night’: Aksi Perempuan Melawan Perkosaan dan Femisida di India
Suatu hari, Vedaa ingin ikut latihan tinju. Ia merupakan satu-satunya perempuan yang mau latihan tinju. Namun ada larangan bagi perempuan untuk ikut tinju, karena olahraga ini hanya boleh dilakukan oleh laki-laki. Vedaa hanya boleh mengepel lantai, karena itu fungsinya perempuan di arena tinju.
Ketika Vedaa mendaftar di kamp pelatihan tinju di kampusnya ini, ia menyadari bahwa langkah ini akan mengundang tentangan dari keluarga dan masyarakat, tetapi ia ingin mengambil kesempatan itu. Baginya, tinju adalah jalan keluar dari kehidupan yang menindasnya di Barmer.
Sampai Vedaa kemudian berkenalan dengan pelatih tinju yang mantan tentara, Abhimanyu Kanwar (John Abraham), paska diadili di pengadilan militer dari resimen Gurkha.
Hidup Abimanyu berubah setelah istrinya, Raashi dibunuh secara brutal oleh teroris. Abhimanyu dipecat karena ia kemudian memenggal kepala teroris yang telah membunuh istrinya. Sejak peristiwa itu, Abimanyu tak pernah tinggal diam jika ada penindasan
Abimanyu kemudian melatih Vedaa tinju, ia setuju jika perempuan harus melawan penindasan, karena di desa mereka banyak perempuan yang tak berdaya karena lingkungan yang patriarki, perempuan diperdaya dan tak bisa melawan. Hal ini pula yang terjadi pada istrinya.
Di tempat tinggal Vedaa, tak ada yang berani untuk melawan karena kekuasaan sudah terjadi selama bertahun-tahun lamanya, hanya ada satu kata: tunduk atau terbunuh.
Baca Juga: Film ‘Darlings’: Kamu Bisa Lihat Bagaimana Perlawanan Korban KDRT
Namun penindasan yang dilakukan Ketua Dewan Desa, Jitendar Pratap Singh makin tak terkendali ketika kakak laki-laki Vedaa, Vinod jatuh cinta kepada perempuan dari kasta atas. Ayah Vedaa sudah memperingatkan berkali-kali jika mereka dilarang jatuh cinta dengan kasta yang lebih tinggi, karena hukumnya berat, yaitu akan dibunuh.
Namun Vinod tak bisa menyembunyikan kecintaannya pada pacarnya. Ia bawa lari pacarnya karena mereka tak boleh meneruskan hubungan. Jitendar lalu melakukan hal yang sangat keji. Ia memburu semua keluarga Vedaa untuk dibunuh.
Vedaa lari dan dalam pelariannya dibantu oleh Abhimanyu. Film Vedaa kemudian menampilkan pelarian Vedaa, bagaimana kekejaman ini dilakukan.
Film yang diambil dari kisah nyata ini dibuat oleh sutradara dengan apik oleh Nikhil Advani dan diproduksi oleh Zee studios tahun 2024 dan pernah diputar di Indonesia, Agustus 2024. Walau banyak sekali adegan kekerasan di film, namun Vedaa dan Abhimanyu tampil elegan dalam perlawanan.
Di film ini kita juga bisa melihat bagaimana orang bisa mengatasi ketakutan akibat penindasan yang terjadi bertahun-tahun dalam semua keturunan sebuah keluarga bisa pecah dengan perlawanan karena tak bisa lagi tinggal diam dan menerima.
Sosok Abhimanyu mengantarkan kita bahwa keberanian bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama.
Baca Juga: Kamla Bhasin: Aktivis Perempuan India dan Ikon Feminis Asia Telah Tiada
“Aku adalah seorang kusir perang dan Vedaa adalah penunggangnya,” kata Abhimanyu pada Jitendar Pratap Singh mengibarkan bendera perlawanan
Times of India menuliskan bahwa film ini terinspirasi oleh kisah nyata, ‘Vedaa’ berbicara lantang menentang ketidakadilan dan kejahatan berbasis kasta. Sambil menggunakan pesan sosial untuk mendorong aksi yang menegangkan, narasi film (Aseem Arora) mengingatkan kita pada film-film Hindi tahun 90-an – penuh drama dan aksi (yang merupakan salah satu hal yang menonjol dalam film), lagu-lagu yang diselingi selama ketegangan dan titik balik dalam cerita.
Kisah perlawanan ini pun mengingatkan kita pada banyaknya perlawanan terhadap perkosaan, kekerasan, diskriminasi yang terjadi di India.
Vedaa Mengingatkan Pada Phoolan Devi
Perlawanan Vedaa dengan penuh keberanian, mengingatkan pada Phoolan Devi “the Bandit Queen” di India.
Di India terdapat “bandit” yang kemudian menjadi legendaris pada dekade 1980-an.
Ia lahir dari kasta terendah dalam susunan kasta yang ada di India, yaitu kasta Dalit. Kasta ini berisi orang yang bekerja sebagai buruh dan pengemis. Nama bandit itu Phoolan Devi.
Lahir sebagai seorang perempuan adalah petaka di kebudayaannya.
Aktivis perburuhan, Muhammad Muzaqi di Konde.co menuliskan, saat masih umur 11 tahun Phoolan Devi harus menikah paksa dengan laki-laki yang sudah punya istri. Malangnya, dia dijadikan budak untuk rumah tangga laki-laki itu.
Kebencian Phoolan Devi terhadap laki-laki pun makin menjadi. Terlahir dari kasta rendah kerap membuat Phoolan diperlakukan seperti pekerja seks oleh orang-orang dari kasta tinggi. Malang, suatu waktu ketika ia berhasil kabur dari percobaan permerkosaan laki-laki dari kasta tinggi, namun ia justru dipersalahkan oleh pengadilan desa. Bahkan dia diusir bagai seorang pendosa.
Suatu ketika, ia diambil paksa oleh para bandit. Sang ketua bandit bahkan menjadikannya sebagai budak nafsu. Bandit tersebut dari kalangan kasta atas yaitu kelompok Dhakur. Vikram dari kelompok Malla, adalah salah satu anggota bandit yang kemudian menyelamatkan Phoolan Devi dan membunuh ketua bandit yang sedang menindih tubuh Phoolan.
Baca Juga: Belajar Dari Organisasi Kesehatan Perempuan Di India Melawan Pandemi dan Patriarki
Saat itulah, Phoolan manjadi ratu bandit bersama Vikram. Phoolan kemudian menuntut keadilan atas perlakuan yang terjadi pada tubuhnya selama ini. Ia kemudian membunuh 22 orang laki-laki yang dulu telah melecehkan atau memperkosanya. Berita pembersihan itu membikin gempar masyarakat di India, tepat di hari Valentine tahun 1981.
Phoolan terhitung sebagai perempuan pemberani di masanya. Gara-gara hal ini, Phoolan Devi disebut-sebut sebagai reinkarnasi dari Dewi Durga. Salah satu dewi yang begitu tinggi, di mana sifatnya keibuan di satu sisi dan begitu tangguh di sisi lain.
Phoolan Devi tidak pernah lupa darimana asal kastanya. Pernah merasakan hidup susah, sengsara dan miskin membuat watak kasta rendahnya menancap erat-erat. Kelompoknya, kerap melakukan perampokan di rumah orang-orang kaya, hal itu dilakukan sebagai dasar menolong rakyat miskin, terutama untuk perempuan dan anak-anak.
Karena kerap membuat ketar-ketir orang kaya, pihak otoritas memburu Phoolan dan kelompoknya di berbagai sudut kota maupun desa. Banyak anggotanya mati di ujung pistol penguasa. Karena tak ingin melihat kawan-kawannya terus menjadi korban, Phoolan pun menyerahkan diri, dengan syarat agar anak-anak di India diberikan pendidikan gratis.
Syarat tersebut membuat sosok Phoolan mulai mendapat tempat tersendiri di hati banyak orang. Simpati rakyat mulai muncul, cap bandit mulai memudar. Ia pun dipenjara pada tahun 1983 dan bebas di tahun 1994. Saat kebebasannya, Phoolan Devi giat membela kaum miskin India.
Baca Juga: Lewat Medsos, Rihanna Ajak Dunia Perhatikan Protes Petani India
Dua tahun setelah kebebasannya, Phoolan Devi mencalonkan diri menjadi anggota parlemen melalui Partai Samajwadi (Partai Sosialis). Bahkan dua kali Phoolan Devi pada tahun 1996 dan 1999, terpilih menjadi anggota parlemen dan menjadi oposisi pemerintah yang didominasi Partai BJP.
Sebagai anggota DPR, Phoolan sangat lantang melakukan aksi-aksinya di luar pemerintahan bersama rakyat miskin. Dia bahkan lebih ganas dalam mencari kesetaraan dan keadilan gender dalam masyarakat yang didominasi laki-laki, dimana penindasan dan eksploitasi perempuan sangat banyak terjadi. Melakukan kampanye-kampanye untuk pendidikan anak-anak secara gratis dan perlindungan terhadap perempuan adalah pekerjaan Phoolan Devi yang tak ada habisnya.
(sumber foto: Youtube dan Patrika News)