Modul Pathway to Justice untuk Perlindungan Awak Kapal Perikanan Migran Indonesia

modul-pathway-to-justice-untuk-perlindungan-awak-kapal-perikanan-migran-indonesia
  • Modul Pathway to Justice merupakan hasil kolaborasi SBMI, LBH Semarang, dan Greenpeace Indonesia.
  • SBMI menerima 428 pengaduan tentang kerja paksa dan perdagangan orang di laut pada 2020-2023.
  • Para awak kapal perikanan (AKP) migran sering kali menjadi korban kerja paksa, kekerasan, bahkan perdagangan orang.
Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno, Juru Kampanye Laut GPID Fildza Nabila, Ocean Campaign Team Leader GPID Afdillah, Pengacara Publik LBH Semarang M Safali saat diskusi panel peluncuran modul Pathway to Justice di Semarang, 17 September 2024.
© Greenpeace/Aji Styawan

Semarang, 17 September 2024. Di tengah gemuruh ombak dan terik matahari yang tak kenal ampun, ribuan awak kapal perikanan berjuang setiap hari di kapal-kapal perikanan, jauh dari daratan dan sering kali, jauh dari keadilan. Mereka adalah para awak kapal yang bekerja keras, namun sering kali menghadapi eksploitasi.

Pada Selasa (17/09/2024), di Semarang, Jawa Tengah, sebuah langkah konkret diambil untuk membalikkan keadaan. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Greenpeace Indonesia memperkenalkan modul Pathway to Justice—sebuah panduan dasar yang penting dan dapat menjadi kunci untuk melindungi hak-hak awak kapal perikanan.

Industri perikanan global memang besar dan menguntungkan. Namun, di balik angka-angka besar itu, tersembunyi cerita-cerita getir tentang ketidakadilan. Para awak kapal perikanan (AKP) migran, yang sebagian besar berasal dari negara berkembang, sering kali menjadi korban kerja paksa, kekerasan, bahkan perdagangan manusia, termasuk para AKP Migran yang berasal dari Indonesia.

Laporan Greenpeace bersama SBMI berjudul Seabound: The Journey to Modern Slavery on the High Seas memaparkan realita gelap ini: awak kapal perikanan yang bekerja tanpa upah, yang dipaksa bekerja hingga kelelahan, mengalami kekerasan fisik dan psikologis di kapal-kapal yang berlayar di laut lepas, jauh dari pantauan hukum serta perlindungan negara. Negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi pusat perekrutan awak kapal perikanan migran tersebut.

“Permasalahan AKP Migran terjadi hampir di semua tahapan penempatan. Tantangan ini mulai dari pra-penempatan, selama bekerja, hingga setelah mereka kembali ke Tanah Air. Kesulitan yang luar biasa dalam memperjuangkan hak-hak AKP migran sering kali disebabkan oleh minimnya perlindungan dari pemerintah. Dalam konteks ini, kami percaya bahwa melalui modul ini, kami tidak hanya dapat memperkuat pemahaman AKP migran tentang hak-haknya, tetapi juga memberikan keterampilan yang diperlukan untuk merebut hak-hak tersebut dengan efektif. Lebih dari itu, modul ini dirancang untuk menyatukan semangat perjuangan, membangun solidaritas, dan menciptakan kekuatan kolektif yang mampu melawan berbagai bentuk penindasan. Dengan dukungan dan pemahaman yang lebih baik, kami berharap dapat memperjuangkan perubahan yang berarti dan memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi para awak kapal perikanan migran,” kata Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno.

Sesuai catatan di SBMI, terdapat 428 pengaduan dari sektor awak kapal perikanan migran sepanjang 2020-2023. Dari jumlah itu, sebagian besar pengaduan berasal dari Jawa Tengah, khususnya dari Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Tegal. Pengaduan ini terkait keluhan tentang kerja paksa atau pun perdagangan orang di laut. Berdasarkan jumlah pengaduan yang terus meningkat di setiap tahunnya, kita mengetahui bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan AKP migran saat kapal berada di tengah lautan, tapi dengan Pathway to Justice, ada harapan baru.

Modul Pathway to Justice bukan hanya sekadar buku panduan biasa. Ini adalah hasil kolaborasi dan pengalaman berbagai praktisi hukum, serikat pekerja dan organisasi non-pemerintah untuk mengupayakan pencegahan dari eksploitasi dan upaya untuk pelindungan. Modul  ini adalah ekstraksi dari pengalaman nyata para pekerja yang pernah jatuh ke dalam perangkap eksploitasi. Dengan isi yang praktis dan mudah dipahami, modul ini memberikan informasi tentang hak-hak hukum para pekerja migran dan cara untuk melindungi diri dari agen perekrutan yang curang, serta dari eksploitasi di laut.

“Praktik kerja paksa dan IUU fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan bagaikan dua sisi mata uang yang berdampak buruk pada AKP migran serta ekosistem laut. Sehingga penting untuk membekali para calon AKP migran pengetahuan tentang hak-hak mereka, juga modus praktik IUU fishing yang terjadi untuk memastikan perlindungan terhadap AKP migran dan pemberantasan IUU fishing bisa dilakukan secara bersamaan. Di samping itu juga menuntut pertanggungjawaban pelaku bisnis di sepanjang rantai pasok bisnis perikanan global yang mendapatkan keuntungan dari praktik eksploitasi tersebut,” kata Afdillah, Ocean Campaign Team Leader Greenpeace Indonesia.

Bukan hanya tentang memahami hukum, modul ini adalah peta yang memandu para pekerja menuju keadilan—membekali mereka dengan kekuatan untuk melawan ketidakadilan, untuk berdiri tegak, dan menuntut hak-haknya.

“Menyebarkan pengetahuan tentang hak-hak warga adalah pekerjaan yang seringkali luput dilakukan oleh negara. Sementara, hal ini menjadi penting dalam rangka menciptakan power resources yang berasal dari bawah. Modul ini disusun sebagai langkah kecil dalam mewujudkan hal tersebut. Di tengah segala perlakuan tidak manusiawi yang dihadapi oleh AKP migran serta dampaknya terhadap ekosistem laut, membuat warga, dalam hal ini AKP migran dan keluarganya, untuk paham dan berani melawan kesewenangan adalah pekerjaan yang tidak dapat lagi ditunda,” kata Rizky Putra Edry dari LBH Semarang.

Peluncuran modul ini bukan sekadar acara seremonial. Ini adalah wujud dari komitmen nyata untuk membawa perubahan. Dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran para awak kapal tentang hak-hak mereka, SBMI, LBH Semarang, Greenpeace berharap bisa mengurangi angka eksploitasi di masa mendatang.

Ini bukan hanya tentang menyelamatkan individu-individu yang telah terjebak. Ini adalah perjuangan kolektif untuk menciptakan ruang lingkup ketenagakerjaan  yang lebih adil, di mana tidak ada lagi pekerja yang harus takut atau terperangkap di tengah lautan, tanpa bantuan serta tanpa mengetahui hak-haknya.

Untuk mereka yang pernah merasa terasing di lautan, Pathway to Justice adalah mercusuar yang akan membimbing mereka pulang—ke arah keadilan, hak, dan martabat sebagai manusia.

Modul dapat diunduh dalam tautan berikut ini: Pathway to Justice

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

  1. Coordinator Media Campaign SBMI, Novia Kirana (0823-8403-4349)
  2. Media & Communications Officer (BSC) Greenpeace Indonesia, Gilang Ramadhan (0878-2210-6484)
  3. Pengacara Publik LBH Semarang, M Safali (0813-4213-7630)
0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Modul Pathway to Justice untuk Perlindungan Awak Kapal Perikanan Migran Indonesia

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us