Islami

Meraih Kemenangan Hakiki Berbasis Ekologi

Masih dalam suasana lebaran, ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk merenungi kondisi alam, tempat kita hidup dan tumbuh. Terlebih, kepedulian terhadap alam, merupakan pengejewantahan penting dari makna kembalinya fitrah (Idul Fitri), sebagaimana pesan agama yang sering disampaikan. Kembalinya fitrah terrsebut layak dirayakan sebagai kemenangan, sehingga Idul Fitri sering dibubuhi dengan kata 'Hari Raya'. Kembalinya fitrah, bisa dimaknai

Masih dalam suasana lebaran, ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk merenungi kondisi alam, tempat kita hidup dan tumbuh. Terlebih, kepedulian terhadap alam, merupakan pengejewantahan penting dari makna kembalinya fitrah (Idul Fitri), sebagaimana pesan agama yang sering disampaikan. Kembalinya fitrah terrsebut layak dirayakan sebagai kemenangan, sehingga Idul Fitri sering dibubuhi dengan kata ‘Hari Raya’.

Kembalinya fitrah, bisa dimaknai sebagai kembalinya jati diri kemanusiaan. Poin utama semangat kemanusiaan adalah berorientasi pada keselamatan, serta harkat dan martabat manusia secara keseluruhan, tanpa memandang sekat identitas. Manusia yang potensi kemanusiaannya kuat (fitrah), akan menyadari keberadaannya sebagai bagian tidak terpisahkan dari kosmos (alam). Saat ini, salah satu aspek yang sangat mengancam kemanusiaan adalah isu lingkungan, atau sering disebut dengan perubahan iklim. Pada pertengahan 2023, Sekjen PBB Antonio Gutteres menyampaikan, bahwa era pemanasan global (global warming) telah berakhir, berganti era pendidihan global (global boiling).

Perubahan iklim terus bergerak cukup cepat. Padahal, setiap tahun diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Iklim (COP). Berbagai Negara sudah berupaya menekan produksi emisi GRK mereka, melalui National Determined Contribution (NDC). Tapi, hasilnya belum sesuai dengan harapan. Paris agreement 2015 menargetkan, tiap-tiap Negara maksimal menghasilkan 1,5 derajat Celcius di atas level pra-industri.

Tetapi, faktanya, pada tahun 2023, rata-rata temperatur global mencapai 1,8 derajat Celcius dan diprediksi akan terus semakin panas.
Bumi semakin panas. Kehidupan semakin tidak nyaman. Berbagai bencana kita saksikan terjadi. Belum lama, terjadi angin puting beliung dengan kecepatan tinggi, 36 kilometer per jam, di daerah Sumedang-Bandung, Jawa Barat. Menurut ilmuwan, pemicunya adalah meningkatnya suhu di kawasan tersebut.

Tidak hanya itu, perubahan iklim membuat cuaca semakin tidak menentu. Para pelaut semakin susah mencari ikan. Tidak sedikit diantaranya yang menjadi korban keganasan ombak. Es kutub terus mencair, membuat air laut terus naik. Saat bersamaan, isi bumi, termasuk air terus dieksplotasi, membuat permukaan bumi terus menurun. Banjir dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang mengering. Gagal panen dimana-mana, membuat harga beras dan sayuran semakin mahal. Ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan orang di bumi meninggalkan tempat tinggalnya karena langganan banjir. Mencari tempat yang lebih tinggi dan nyaman.

Berbagai problem di atas sangat nyata, dan menimpa semua umat manusia tanpa terkecuali. Seharusnya, jika seorang Muslim betul-betul kembali kepada fitrah, maka berbagai problem di atas, menjadi perhatian mendalam. Kembali kepada fitrah membuat Muslim menyadari jati dirinya, sebagai bagian tidak terpisahkan dari alam secara kosmos. Kesadaran ini menuntut tumbuhnya kepekaan terhadap lingkungan (ekologi). 

Kesadaran ekologi ini dapat mendorong seorang Muslim untuk melakukan tindakan peduli lingkungan. Misalnya, hemat energi dengan mematikan peralatan elektronik yang tidak digunakan, serta memilih kendaraan yang energinya lebih efisien; mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan memilih transportasi umum, bersepeda, atau jalan kaki; ikut berpartisipasi aktif mencegah pembakaran hutan; mendukung penggunaan energi terbarukan seperti matahari, angin dan air, menggantikan bahan bakar fosil; mengurangi limbah dengan mendaur ulang dan meminimalisir penggunaan sampah, khususnya plastik; mengedukasi diri sendiri dan orang lain, terkait bahaya perubahan iklim; melakukan penghijauan; serta mendukung kebijakan pemerintah yang ramah lingkungan.

Menurut Liobikiene (2016), agama dan spiritual merupakan kekuatan yang cukup besar untuk mendorong gerakan perduli lingkungan. Tidak kurang dari 70% penduduk dunia terdiri dari kalangan agamawan. Saat bersamaan, agama melalui berbagai piranti sakralnya, memiliki kekuatan besar yang dapat mendorong umatnya untuk melakukan tindakan sosial tertentu. Gerakan perduli lingkungan mau tidak mau, harus bekerjasama dengan para tokoh agama, agar memiliki dukungan dan kekuatan besar.

Melalui kerja sama dengan para tokoh agama, maka isu keperdulian lingkungan dapat diselipkan para tokoh agama kepada umat agamanya masing-masing. Para tokoh agama perlu diberikan informasi kondisi bumi yang kian parah, serta berbagai dampak yang di timbulkannya. Tidak dapat dipungkiri, untuk Negara religius seperti Indonesia, tokoh agama memiliki peran cukup vital dalam mempengaruhi sikap dan tindakan masyarakat.  

Jika berbagai pesan agama menyelipkan isu peduli lingkungan, maka kita bisa optimis, kondisi bumi ke depan akan lebih sehat. Berbagai pesan sakral bahwa salah satu esensi ajaran agama itu menciptakan kemaslahatan, termasuk peduli lingkungan, perlu menjadi gerakan bersama semua komunitas beragama, apapun agamanya. Sebaliknya, jika pesan-pesan agama hanya berkutat pada hal-hal yang bersifat eskatologi, doktrin yang tidak terkait dengan problem riil kehidupan sehari-hari termasuk isu lingkungan, maka bisa jadi, kondisi bumi akan terus mengalami sakit, bahkan bisa jadi tambah parah. 

Konsep kiamat yang menjadi doktrin agama-agama besar di dunia, idealnya tidak dipahami secara fatalis. Doktrin itu akan lebih menarik jika dipahami secara progresif, bahwa kiamat yang diakibatkan oleh kerusakan alam yang sangat parah, diakibatkan oleh berbagai dosa manusia terhadap lingkungan. Tentu, umat beragama bisa bertaubat dengan menyayangi lingkungan, untuk kenyamanan kehidupan anak dan cucu kelak.

Merayakan kembalinya fitrah manusia melalui momen Idul Fitri, memiliki korelasi yang sangat erat dengan sikap peduli lingkungan. Inilah salah satu indikator kemenangan hakiki. Sebuah ironi, jika kita mengaku fitri (suci), tapi berbagai tindakan kita terus-menerus menyakiti lingkungan. Terlebih, jika kita sudah mengetahui, berbagai dampak yang ditimbulkan dari tindakan tidak perduli lingkungan tersebut.

Pengepul kebahagiaan dari temuan abad modern, berupa listrik, internet dan komputer. Hidup harmonis bersama barisan code dan segelas kopi kenangan.

Sign up for a newsletter today!

Want the best of KWFeeds Posts in your inbox?

You can unsubscribe at any time

What's your reaction?

Leave Comment

Related Posts

Celebrity Philantrophy Amazing Stories About Stories