Anak Saya Di-bully di Sekolah, Bagaimana Aturan Hukumnya Bagi Pelaku?

anak-saya-di-bully-di-sekolah,-bagaimana-aturan-hukumnya-bagi-pelaku?

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.

Tanya:

Halo Klinik Hukum Perempuan, perkenalkan saya Jihan, ibu dari dua orang anak tinggal di Jakarta Barat. Dua minggu lalu anak kedua saya jadi korban bullying di sekolah. Saya sudah melaporkan kasusnya ke kepala sekolah, tapi belum ada tindakan yang jelas terhadap pelaku yang terdiri dari tiga orang. Akibatnya anak saya mogok sekolah, ia ingin pindah kelas atau pindah sekolah. Apa hukuman bagi pelaku bullying di sekolah? Mohon informasi mengenai aturan hukum terkait bullying dan penjelasannya agar saya memiliki dasar untuk mendatangi kembali kepala sekolah untuk menyelesaikan permasalahan bullying terhadap anak saya ini. Terimakasih.

(Jihan, Jakarta).

Jawab:

Halo Jihan, terima kasih sudah mengirimkan pertanyaan mengenai aturan hukum bagi pelaku bullying di sekolah. Kami turut prihatin atas kasus bullying yang dihadapi oleh anak kedua Anda. Semoga pihak sekolah memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini dan menyelesaikannya sehingga ada keadilan bagi korban.

Baca juga: Konten Intimnya Disebar Tanpa Persetujuan, Apakah Korban Bisa Dipidana?

Bullying di sekolah adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang dipandang lebih lemah di lingkungan sekolah untuk menyakiti korban. Sehingga, siswa/siswi yang menjadi korban bullying merasa tertekan, takut, trauma, dan tak berdaya (Antonius P.S. Wibowo, 2019).

Korban bullying biasanya merasa tidak nyaman, ketakutan dan tertekan selama berada di lingkungan sekolah. Pada kasus anak kedua Anda, dampak bullying ini tampak dari sikapnya yang mogok sekolah, dan meminta agar dapat pindah kelas atau pindah sekolah.

Lalu bagaimana menyelesaikan kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah? Dalam menyelesaikan kasus bullying, langkah Anda melaporkan kasus ini ke kepala sekolah sudah benar. Ini mengingat perlindungan anak dari tindak kekerasan di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawab pendidik dan kepala sekolah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU PA) sebagai berikut:

  1. Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
  2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.

Selain pendidik, orang tua dari pelaku bullying juga mempunyai tanggung jawab terhadap tindakan bullying yang dilakukan anaknya terhadap anak lain. Pasal 26 ayat 1 UU PA, menyebutkan orang tua dari anak memiliki kewajiban sebagai berikut:

  1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.
  2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
  3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.
  4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Baca juga: Anak Saya Dipaksa Menikah Tanpa Seizin Saya, Apakah Pernikahannya Bisa Dibatalkan?

Dengan demikian, peran serta dari orang tua anak pelaku bullying untuk memberikan penyadaran kepada anaknya bahwa tindakannya salah dan merugikan korban sangat diperlukan. Karena permasalahan bullying yang dilakukan anak terhadap anak di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawan semua pihak. Baik itu pihak keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat hingga negara. 

Pada kasus Anda, karena sekolah mengabaikan pengaduan Anda, maka Anda bisa melaporkan tindakan bullying dan juga pengabaian sekolah melalui pengaduan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Langkah-langkahnya sebagai berikut:

  • Mengirimkan laporan secara langsung ke Unit Layanan Terpadu (ULT) Kemendikbudristek di Gedung C Lt.1, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat.
  • Mengirimkan laporan melalui surat.
  • Mengirimkan laporan melalui email ke pengaduan@kemdikbud.go.id
  • Mengirimkan laporan melalui laman https://kemdikbud.lapor.go.id/ 

Apabila anak Anda bergender perempuan, Anda dapat melaporkan kasus bullying ini melalui hotline SAPA129dengan nomor telepon 129 atau WhatsApp 08111129129 yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Selain itu, kasus bullying juga bisa dilaporkan sebagai kasus tindak pidana ke Kepolisian. Dasar hukum perbuatan bullying yang dapat digunakan adalah Pasal 76CUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU PA) yang berbunyi:

setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.

Jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak ini dilanggar, maka pelaku bisa dijerat dengan Pasal 80 UU PA, sebagai berikut:

  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU PA, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
  2. Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
  3. Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
  4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat 1, 2, dan 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Baca juga: Kasus KBGO: di Medsos, Ibu Diminta Pelaku Cabuli Anaknya, Pelaku Harus Dihukum

Pada kasus bullying yang dihadapi oleh anak kedua Anda, karena pelakunya adalah juga anak-anak (di bawah umur) maka di dalam penyelesaian hukumnya, aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini polisi, jaksa, hakim, harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Aturan ini mewajibkan APH untuk mengutamakan pendekatan keadilan restoratif terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Dalam hal ini anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum atau ABH. Yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun, yang diduga telah melakukan tindak pidana bullying terhadap anak Anda.

Selain jalur pidana, kasus bullying juga dapat diselesaikan secara perdata untuk menuntut ganti rugi materiil/immateriil terhadap pelaku kekerasan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 71D ayat 1 UU 35/2014:

Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.

Adapun menurut Pasal 59 ayat 2 huruf i UU 35/2014, perlindungan khusus kepada anak diberikan kepada anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.

Demikian jawaban dari kami tentang aturan hukum mengenai bullying dan penjelasannya. Semoga bermanfaat dan membantu Anda dalam menyelesaikan permasalahan bullying yang dihadapi oleh anak kedua Anda.

Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim LBH APIK Jakarta. Kamu bisa mengirimkan email Infojkt@lbhapik.org atau Hotline (WA Only) pada kontak +62 813-8882-2669.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Anak Saya Di-bully di Sekolah, Bagaimana Aturan Hukumnya Bagi Pelaku?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us